Dua
kali saya diundang dalam rapat RT di kampung saya, kebetulan kemaren adalah rapat final untuk memutuskan dilanjutkan atau tidaknya pembangunan
menara BTS (Base
Transciever Station)
di atas lahan seorang warga. Pak Heri, si empunya lahan tentulah
merasa memperoleh berkah dari langit jika kontrak dengan salah satu
vendor telekomunikasi besar di Indonesia itu jadi terlaksana. Dengan
rencana lama kontrak 10 tahun, dan nilai sewa lahan pada kisaran
15-20 juta per tahun, ini rezeki yang luar biasa. Hanya menyewakan
lahan seluas 7x7meter per segi saja! Bahkan menyewakan rumah dengan
luas dua kali lipat-nya pun tak akan sebegitu mahal di wilayah
sekitar Purwomartani Kalasan.
Dari
beberapa kali pertemuan dengan para warga, dengan Ketua RT sebagai
fasilitator, akhirnya disepakati bahwa pembangunan menara BTS
tersebut boleh diteruskan dengan alasan didekat masjid kampung RT
sebelah juga telah didirikan menara yang sama. Disamping itu ada
‘ganti rugi’ atau tali asih dari pihak vendor yang cukup lumayan
sebagai pemasukan kas RT dan kas pemuda kampung, kompensasi yang
diberikan kepada RT sebesar 20 juta dan kas pemuda sebesar 2 juta
ditambah dari Pak Heri sebagai pemilik lahan memberikan bantuan
sebesar 8 juta sehingga total 30 juta. Meski demikian keputusan
tersebut tidaklah bulat karena masih ada beberapa warga yang merasa
keberatan dengan pendirian menara BTS tersebut, sebagian ada yang
merasa takut dengan dampak radiasi dan sebagian ada yang takut karena
menara tersebut roboh atau tersambar petir, bahkan ada yang tidak
setuju karena faktor kecemburuan terhadap pemilik lahan yang disewa.
Radiasi
sinyal BTS berbahaya?
Untuk
meyakinkan warga, perwakilan dari vendor membawa selembar surat
rekomendasi hasil penelitian radiasi sinyal BTS oleh peneliti
universitas ternama di Indonesia yang menyatakan bahwa sinyal BTS
aman. Jika dibandingkan dengan sinyal televisi yang kita nikmati
setiap hari, mulai bangun tidur hingga mau tidur lagi bahkan waktu
kita kadang-kadang dihabiskan didepan televisi, pancaran sinyal BTS
bahkan jauh lebih rendah. Memang ada pendapat berbeda mengenai dampak
radiasi BTS. Pertama menyatakan bahwa radiasi BTS sangat kecil dan
tidak berbahaya, sedangkan yang satu lagi mengatakan bahwa radiasi
BTS sangat berbahaya dan dapat memicu kanker. Sayangnya masyarakat
cenderung percaya pada pernyataan kedua. Seperti kasus beberapa waktu
lalu yang terjadi
di Pangukan tepatnya disamping kantor PCNU Kab. Sleman kebetulan saya
ada didalam kantor tersebut, dimana terjadi ‘unjuk rasa’ dari
wali murid sekolah PAUD, TK dan MI PCNU yang menolak akan didirikan
tower seluler, karena ketakutan terhadap dampak radiasi gelombang
elektromagnetik menara telekomunikasi tersebut akan berdampak kepada
anak-anak meraka.
Berdasar
penelitian WHO dan Fakultas Teknik UGM, pada pancaran gelombang dari
BTS tidak
terdapat radiasi
yang
membahayakan kesehatan manusia.
Level batas radiasi yang diperbolehkan menurut standar yang
dikeluarkan WHO (World Health Organization) masing-masing 4,5 Watt/m2
untuk perangkat yang menggunakan frekuensi 900 MHz dan 9 Watt/m2
untuk 1.800 MHz. Sementara itu, standar yang dikeluarkan IEEE
C95.1-1991 malah lebih tinggi lagi, yakni 6 Watt/m2 untuk frekuensi
900 MHz dan 12 watt/m2 untuk perangkat berfrekuensi 1.800 MHz. (Budi
Prasetya, 2007). Umumnya, radiasi yang dihasilkan perangkat-perangkat
yang digunakan operator seluler tidak saja di Indonesia, tapi juga
seluruh dunia, masih jauh di bawah ambang batas standar sehingga
relatif aman.Sejauh ini protes dan kekhawatir masyarakat terhadap
dampak radiasi gelombang elektromagnetik yang dihasilkan perangkat
telekomunikasi seluler lebih banyak datang dari mereka yang tinggal
di sekitar tower BTS. Sejauh ini belum ada satu pun keluhan atau
kekhawatiran akan dampak radiasi itu yang datang dari para pengguna
telefon seluler. Padahal, jika dihitung-hitung, besarnya daya radiasi
yang dihasilkan pesawat telepon seluler jauh lebih besar daripada
radiasi tower BTS. Memang betul, daya dari frekuensi pesawat
handphone sangat kecil, tapi karena jaraknya demikian dekat dengan
tubuh kita, dampaknya jauh lebih besar. Pernyataan tersebut
didasarkan atas hasil perhitungan menggunakan rumus yang berlaku
dalam menghitung besaran radiasi.
Bagaimanapun
dijaman yang serba IT ini kita tidak bisa lepas dari perangkat
telekomunikasi,
bahkan saat ini ponsel telah membantu hidup kita
menjadi terorganisir, fungsi ponsel tidak hanya untuk menelpon dan
mengirim pesan saja namun telah berkembang menjadi buku harian kita,
sumber berita, mengaktualisasikan diri melalui media sosial, hiburan
dll. Konsekuensinya
BTS dengan persebaran yang semakin merata akan mendukung semakin
sepatnya berkomunikasi karena sinyal yang menyebar merata dan
kemajuan bidang sosial ekonomi dari lancarnya arus informasi antar
warga maupun dengan dunia luar. Oleh karena itu vendor
telekomunikasi, pihak pelaksana proyek bidang teknis maupun
penelitian sebisa mungkin menepis kekhawatiran dampak buruk radiasi
sinyal yang mungkin ditimbulkan serta memastikan keamanan tower BTS.
Misalnya edukasi pada masyarakat bahwa setiap BTS sudah kokoh
sehingga tidak mungkin roboh dan sudah dipasang anti petir. Wallahu
a’lam.*
*
Wiratno, SE.,MM Pendiri Yayasan Dharma Bhakti Mulia