Posisi Sekretaris Desa di Kabupaten Sleman
Kajian Raperda Tatacara Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa
oleh:
Wiratno, SE.,MM*
Rancangan peraturan daerah tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa yang didalamnya ada 'sisipan' pasal tentang penjaringan dan penyaringan calon kepala dukuh telah menuai kontroversi di masyarakat. Salah satunya adalah munculnya statemen dari paguyuban Dukuh Sleman Cokro Pamungkas yang akan berupaya mempertahankan tata cara pengisian dukuh melalui proses pemilihan seperti yang sudah berjalan. Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Umum Paguyuban Dukuh Sleman Cokro Pamungkas Sukiman menegaskan, melalui pemilihan, proses pengisian dukuh menjadi bagian dari demokrasi. Dengan demikian jika tata cara pengisian itu diganti dengan sistem seleksi, maka akan menunjukkan adanya kemunduran berdemokrasi di kalangan akar rumput. Oleh karena itu, pihaknya berupaya mempertahankan keberlangsungan pengisian dukuh dengan jalan pemilihan seperti yang sudah lama dilakukan.
Disisi lain Pemerintah daerah melalui Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan Setda Sleman masih menggodok dan melakukan drafting tentang perda tersebut, sekaligus melakukan proses sosialisasi tentang raperda tersebut bersama-sama dengan pemangku kepentingan yang lain salah satunya dengan diadakannya publik hearing tentang raperda tatacara pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa tersebut oleh anggota DPRD Kabupaten Sleman di masing-masing daerah pemilihannya.
Berdasarkan intruksi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten Sleman akan segera disesuaikan dengan Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang pemerintah desa. Dimana kepala dukuh tidak dilakukan melalui pemilihan langsung, melainkan melalui seleksi. Kepastian tersebut sebagaimana diatur dalam Undang- Undang (UU) No 6/2014 tentang Desa, PP No 43/2015 tentang Pelaksanaan UU Desa dan Permendagri No 83/2015 tentang Tata Cara Pengangkatan Perangkat Desa Termasuk dalam Kategori Pembantu Kepala Desa (Kades). Sehingga, mengacu pada Undang-Undang Desa tersebut, jabatan politis terendah dalam struktur pemerintahan adalah kepala desa, bukan kepala dukuh. Sebagai bagian dari perangkat desa, kepala dukuh harus ditetapkan melalui seleksi pantia khusus.
Demokrasi yang di pangkas
Pemilihan langsung kepala dukuh yang selama ini dilakukan berdasarkan perda nomor 5 tahun 2010 tentang tata cara pengangkatan dan pemberhentian dukuh. Hiruk pikuk pesta demokrasi yang terjadi baik dalam pemilihan presiden, pemilihan legislatif, pemilihan kepala daerah maupun pemilihan kepala desa berimbas dalam pemilihan dukuh. Baliho, spanduk dan lain sebagainya menghiasi setiap pemilihan kepala dukuh, pesta demokrasi ini yang akan hilang seiring dengan akan di kethoknya raperda tentang tatacara pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Pertanyaannya adalah, apakah betul demokrasi di tingkat padukuhan akan hilang?, mari kita lihat sedikit tentang raperda tersebut terutama di pasal-pasal yang 'krusial' tentang kepala dukuh, dalam pasal-pasal sisipan tentang pengangkatan dukuh ada proses penjaringan dan penyaringan, dimana proses penjaringan adalah proses musyawarah dusun yang melibatkan semua elemen yang ada di padukuhan baik, ketua dan sekretaris RT, ketua dan sekretaris RW, Karang taruna, PKK, tokoh agama maupun tokoh masyarakat. Disini proses demokrasi sudah berjalan untuk menentukan bakal calon kepala dukuh minimal 2 orang dengan sistem musyawarah mufakat maupun voting, jadi alasan demokrasi yang dipangkas rasanya juga tidak pas. Baru setelah terpilih bakal calon kepala dukuh tersebut proses penyaringan dilakukan, baik penyaringan administrasi maupun seleksi dengan tes tertulis.
Kompetensi dan ketokohan
Salah satu pertanyaan yang sering muncul dalam publik hearing raperda tata cara pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa khususnya tentang dukuh adalah tentang batasan umur, dimana dalam raperda umur minimal 20 dan maksimal 42 tahun. Di khawatirkan umur 20 tahun masih terlalu muda, tidak menguasai, tidak mencerminkan ketokohan di masyarakat, bahkan dukuh tidak lebih sama dengan staf atau perangkat desa yang lain. Namun, melihat substansi dari reperda tersebut justru sebaliknya, dari sisi ketokohan akan terseleksi ketika proses penjaringan di musyawarah dusun, tidak mungkin seorang yang bukan tokoh akan di loloskan dalam proses penjaringan. Dari sisi kompetensi juga akan terakomodir karena proses seleksi tes tertulis akan menyaring semua calon yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang akan lolos, termasuk di dalamnya tes kompetensi di bidang komputer dasar selaras dengan RPJMD kabupaten Sleman 2016-2021 yang akan menuju ke Smart regency. Wallahu a'lam
* Pendiri Yayasan Dharma Bhakti Mulia